Selasa, 18 Desember 2012

Puisi.

DAUN

Daun 
Banyak rupamu
Warna sejuk terlihat
Tapi ada juga warna terang dan gelap
Selalu mengikuti angin kemana ia berhembus
Mendayu-dayu
Melambai-lambai
Mencoba tak lepas dari ranting
Tapi ketika waktumu tiba
Kau pergi meninggalkan ranting dan pergi begitu saja
Ranting pun membiarkannya 
Kadang dengan angin kau pergi
Kadang lewat aliran sungai kau terhanyut
Dan kau terkadang membusuk di tanah
Betapa hebatnya kau
Kuat menjalani hidup
Walaupun tetap setia dengan ranting



Selasa, 13 November 2012


Puisi.

“JERITANKU”

Tersungkur atas lukaku
Terbaring dikeheningan
Batin dan nafsu saling beradu
Dan tangisan pun yang melerainya

Sakitnya aku
Terlilit pikiran yang menekan batinku
Yang tak ku ketahui sebabnya
Dan tak diketahui juga mulanya

Teriakanku seolah hampa
Hampir tak terdengar bunyinya
Bercakapku di depan cermin pun tak bias
Dan menatap bayangku pun ku tak mampu

Menjerit tanpa bunyi
Berteriak tanpa suara
Dalam rintihan,hatiku pun meminta
Tolong aku
Tolong kuatkan aku. . .

Selasa, 06 November 2012

Naskah Drama


Naskah Drama
ARTI SEORANG SAHABAT
Suasana pagi cerah di SMPN 2 Tanjung mengiringi sebuah kisah keempat sekawan dengan karakter yang berbeda-beda. Namun perbedaan tersebut tidak menjadikan mereka berempat berselisih, tetapi menjadikan mereka sebagai persahabatan yang sejati. Chaca, Viera, Elzha, dan Bintang, itulah nama mereka. Mereka selalu kompak dan tampak ceria setiap hari. Jadi tidak heran jika mereka memiliki banyak teman. Keempat sekawan tersebut berbincang-bincang sambil berjalan di koridor sekolah.

Elzha   : “Hey teman, sebentar lagi kita UAN nih, pastinya waktu untuk kumpul-kumpul kita akan tersita buat belajar. Gimana nih?”

Viera    :“Iya benar juga Zha, jadwal kita bakalan jungkir balik gara-gara persiapan UAN.

Chaca : “Gak segitunya kali, tergantung kita juga. Jika kita rajin menabung ilmu, maka kita tidak akan sibuk belajar.”

Viera : “Ah kamu ini Cha, mentang-mentang anak pintar jadinya sok ceramah. Huh nyebelin.”

Elzha : “Sudah-sudah jangan berdebat, apa yang diomongin Chaca itu ada benarnya juga. Coba deh kalian bayangin, jika kita rajin belajar kita tidak perlu sibuk-sibuk mikirin UAN, itung-itung siap senjata dulu sebelum perang. Santai aja lagi, bener gak?”

Viera : “Iya-iya Bu guru. Belum masuk kelas aja sudah dapat ceramah dari Ibu Chaca dan Ibu Elzha,.”

Bel masuk kelas berbunyi, merekapun masuk kelas untuk mengikuti pelajaran. Waktu cepat berlalu, tak terasa sudah saatnya pulang sekolah.Mereka pun langsung pulang ke rumah masing-masing.
Hari demi hari berganti, namun ada keganjilan dari sikap Chaca, sehingga terjadi perselisihan di antara mereka.Ternyata Chaca ada masalah dengan orang tuanya, dan masalah itu membuat Chaca tidak semangat untuk belajar. Saat pulang sekolah Elzha, Viera, dan Bintang berkumpul di rumah Bintang.

Viera : “Aku kasian nich sama Chaca, dia les terus.”(Dengan wajah memelas)

Elzha : “Gimana kalau kita tanya ke orang tuanya Chaca aja? Jadi kita tau apa yang sebenarnya terjadi antara Chaca dengan orang tuanya.”

Akhirnya mereka bertiga datang ke rumah Chaca, dan kebetulan pada saat mereka ke rumah Chaca, dia sedang les. Setelah mereka dipersilahkan masuk, mereka berbincang-bincang dengan Ibu Chaca. Mereka bertiga menanyakan apa yang terjadi antara Chaca dengan orang tuanya. Setelah bercerita panjang lebar dan mereka telah mengetahui apa penyebabnya, mereka mohon undur diri kepada Ibu Chaca.
Keesokan harinya Viera, Elzha, dan Bintang menghampiri Chaca yang sedang duduk termenung di dalam kelas.

Bintang : “Woi.”(Seraya mengagetkan Chaca)

Chaca : “Apa-apaan kalian ini, bikin aku kaget saja!”

Elzha : “Kok kamu jadi nyalahin kita Cha? Kamu sih pagi-pagi sudah melamun, kena setan sekolah baru tau rasa kamu.”(Chaca, Viera, Bintang, dan Elzha tertawa bersama)

Bintang : “Cha, kita sudah tau kenapa akhir-akhir ini sikap kamu jadi aneh.”

Chaca : “Kalian bicara apa sih, aku nggak ngerti?”

Viera : “Ampun deh Chacaku sayangku,cintaku, sahabatku, jangan tulalit donk. Sudah jelas kita ini lagi bahas sikap kamu yang berubah 180 derajat.”

Elzha : “Bener Cha, kita udah tau semuanya.”

Chaca : “Kalian ini ada-ada aja, aku biasa aja kalian malah bilang aku berubah segala. Emang apa yang berubah? Aku tetap Chaca yang dulu.”

Bintang : “Nggak Cha, kaum berubah semenjak kamu punya masalah dengan orang tua kamu.”

Chaca : “Emang kalian tau apa tentang masalah aku ini? Kalian itu nggak tau apa-apa!”(Dengan nada membentak)

Bintang : “Kamu salah Cha, kita tau semuanya.”

Chaca : “Maksudnya kalian tau masalahku dengan orang tuaku?”(Dengan nada terbata-bata)

Viera : “Ya betul, betul, betul.”

Chaca : “Tapi bagaimana kalian bisa tau?”

Bintamg : “Iya kita tau dong. Kemarin kita bertiga sengaja ke rumah kamu buat tanya masalah ini ke ibu
kamu, dan ibu kamu cerita semuanya ke kita.”

Chaca : “Kenapa sih kalian ngelakuin hal ini? Lagian kalian bisa langsung tanya sama aku.”

Bintang : “Kita ngelakuin hal ini karena kita kasian liat kamu seperti ini Cha?”

Elzha : “Kita sudah tanya sama kamu tentang hal ini, tapi kamu cuma bilang ada masalah sama orang tua kamu. Kamu nggak jelasin apa masalah yang sebenarnya. Ya udah kita cari tau aja sendiri.”

Viera : “Terus kita tanya ke ibu kamu dan kita tau kamu kayak gini karena HP sama fasilitas yang kamu punya di tarik sama ibu kamu kan?”

Chaca : “Iya, HP sama fasilitas yang ada buat aku ditarik sama orang tua aku. Karena itu aku nggak semangat belajar, lagian tanpa itu semua rasanya hampa.

Bintang : “Menurut aku sikap orang tua kamu ada benarnya juga Cha. Jadi, kamu nggak perlu jadi
pendiam kayak gini. Bawa Enjoy aja Cha.”

Chaca : “Emang bener. Tapi, tanpa semua itu aku jadi tambah malas belajar karena bosen nggak ada
hiburan. Aku sudah cukup tertekan harus belajar terus menerus. Orang tua aku nggak peduli sama aku lagi, mereka selalu nuntut ini, itu tapi mereka nggak mikir gimana perasaanku. Merek hanya tau keinginan mereka harus terpenuhi, tanpa berfikir kemampuan aku. Mereka egois!”(Sambil menangis)

Elzha : “Sudah hapus aia mata kamu. Lebih baik sekarang kita cari jalan keluarnya.”

Viera : “Aha, aku punya ide, aku punya ide, ide ini bagus, ide ini untuk kita.Emh, bagaimana kalau kita batasi pemakaian fasilitas yang ada. Selama ini kan setiap hari, setiap jam, setiap menit dan setiap detik kita selalu tergantung sama fasilitas yang ada.”

Chaca : “Bener juga kamu Ra. Aku jadi sadar, kalau kita selalu tergantung sama fasilitas yang kita punya, kita bakalan jadi anak manja dan selalu tergantung sama apa yang ada. Emang susah buat kita merubah kebiasaan yang sudah mengakar di dalam diri kita. Tapi, apa kalian bisa ninggalin itu semua? Biar aku aja yang menjalankan ini semua. Aku punya sahabat seperti kalian juga sudah cukup buat aku. tapi aku masih butuh paling tidak HP sih.”(Mereka tertawa bersama)

Elzha : “Intinya kita setuju sama usul Viera tadi. Lagian selayaknya sahabat sejati itu selalu ada buat sahabatnya yang lagi butuh bantuan. Kamu sedih, kita juga ikut sedih Cha. Karena kita merasa ada yang hilang. Kita juga ngerasa nggak enak kalau kita senang-senang, tapi kamunya malah sedih, susah, campur aduk deh. Lagian kita juga harus konsentrasi sama UAN. Bener nggak?”

Chaca : “Bener, kalau gitu terima kasih ya .”

Viera, Bintang, Elzha : “Sama-sama. Kita sayang kamu Cha.”(Sambil berpelukan)

Akhirnya mereka berempat menyepakati perjanjian yang tadi diusulkan Viera. Mereka berharap hal ini dapat memberikan hasil yang baik pada UAN nanti.Hari demi hari mereka lalui penuh suka cita, dan tidak terasa waktu UAN telah tiba. Pada waktu pengumuman hasil UAN, mereka lulus dengan nilai yang memuaskan. Dan mereka di terima di SMA yang mereka inginkan selama ini. Sampai SMApun mereka tetap bersama.

Selasa, 09 Oktober 2012


Cerpen.
UPACARA  KESAKTIAN PANCASILA,TNI-NYA TELAT !!!

Siang hari ini matahari bersinar terik, cahaya terangnya memancar keseluruh antero negeri ini. Kartini duduk bersandar di sebuah kursi tempat dia bekerja, dia memilih kursi yang letaknya dekat dengan kipas angin,sehingga dapat sedikit membuat dia merasa sejuk,sambil sesekali dia usap peluh yang menetes di pelipisnya dengan sebuah tissue. “Harusnya siang-siang panas begini berada diruangan ber AC lebih enak” ucapnya dalam hati.
“Permisi” tiba-tiba sebuah suara mengejutkannya. Tanpa menunggu lama Kartini menoleh ke arah datangnya suara. Sejenak dia perhatikan baju yang dikenakannya, bajunya seperti dari TNI. “Ya, ada perlu apa” sahutnya sambil tak lupa memperlihatkan senyum termanis yang dimilikinya dan yang pernah dia lakukan. “Maaf, bapak kepala sekolahnya ada? Bisa saya bertemu sebentar” sahut bapak tersebut yang mukanya mirip suami penyanyi Inul Daratista. Kartini mengantarkan bapak tersebut ke ruangan kepala sekolah. Kartini tak tahu apa yang sedang mereka bicarakan, tapi intinya kedatangan bapak tersebut kesini ingin meminta izin menjadi Pembina upacara sehubungan dengan akan dilaksanakannya upacara peringatan Hari Kesaktian Pancasila yang tinggal beberapa hari lagi.
Berbagai persiapan dilakukan demi menyambut hari yang bersejarah bagi bangsa Indonesia, tentu saja bangsa yang menjadi kebanggaannya ini. Bukan hanya persiapan untuk upacara, tetapi juga mempersiapkan beragam perlombaan yang mengusung tema Hari Kesaktian Pancasila, diantaranya lomba cerdas cermat dan lomba pidato. Bukan hanya anak-anak yang dibuat repot tapi dia juga, beberapa orang siswa mendatanginya dan mereka minta Kartini untuk menilai naskah pidato yang sudah mereka buat, sebenarnya enggan juga namun melihat antusias mereka hatinya pun tergerak untuk membantu, hitung-hitung untuk mengasah pengetahuannya sebagai guru Bahasa Indonesia.
Hari ini, tepat tanggal 1 Oktober  terasa begitu istimewa karena merupakan peringatan Hari Kesaktian Pancasila. Pagi yang cukup bersahabat untuk melaksanakan upacara. Seluruh siswa berkumpul di lapangan, membentuk barisan yang sesuai dengan kelas masing-masing. Kartini dan beberapa rekan guru yang lain mengawasi setiap barisan. “Semua siswa diharapkan keseriusannya dalam melaksanakan upacara nanti, tolong ketika upacara sudah dimulai tidak ada lagi yang berbicara” terdengar suara Pak Pangeran Antasari tegas dan sangat berwibawa. Pak Pangeran Antasari adalah kepala sekolah di tempat dia mengajar, pembawaannya yang tenang dan tutur katanya yang lembut namun tegas membuat mereka semua merasa segan jika berhadapan dengannya. Pak Pangeran Antasari sama sekali tak pernah memarahi siswanya yang nakal, beliau selalu memberikan nasehat-nasehat yang mampu membuat siswanya tak berani berkata-kata.
Suasana hening ketika upacara sudah dimulai, Hari itu Pak Teuku Umar bertugas sebagai Pembina upacara. Badannya yang tegak dan wajah yang menurutnya penuh karismatik diusia yang sebenarnya tidak lagi muda “Hari ini tepat tanggal 1 Oktober seperti yang sudah kita ketahui merupakan peringatan Hari Kesaktian Pancasila. Upacara yang kita lakukan ini dipilih sebagai sarana untuk mengenang bagaimana lahirnya Hari kesaktian pancasila 47 tahun silam“ terdengar suara Pembina Upacara diawal pidatonya pada pagi itu melalui pengeras suara. “Hari Kesaktian pancasila sebagai bukti bahwa Pancasila mampu menumpas komunis dan Partai Komunis Indonesia (PKI) tahun 1965” lanjutnya lagi. Pembina dengan lantang meneruskan pidatonya. Tiba-tiba terdengar suara gaduh dibarisan kelas 2, rupanya salah seorang siswi pingsan. Dengan sigap Kartini dan 2 orang rekannya serta Pak Patimura dan ibu Fatmawati membawa siswi tersebut ke ruang UKS sekolah. Ibu Fatmawati yang bersedia menjaga siswi tersebut sementara Kartini dan Pak Patimura kembali kebarisan guru untuk kembali mengikuti jalannya upacara.
“Bangsa Indonesia terdiri dari berbagai elemen, termasuk suku, ras, agama dan sebagainya. Namun Pancasila, itulah konsep dan tujuan kemerdekaan sebagai salah satu ideologi Negara kita. Karena itu kalian sebagai generasi penerus bangsa, wajib mengamalkan dan mempertahankan nilai-nilai luhur Pancasila karena  merupakan ideology dan jati diri bangsa kita” ucap Pak Pangeran Antasari penuh semangat di akhir pidatonya. Jika itu merupakan drama maka mungkin Kartini lah orang pertama yang memberikan tepuk tangan paling keras. Semangat beliau yang menggebu-gebu seakan menjalar ke dalam tubuhnya, dia sebagai guru muda yang baru saja diangkat menjadi seorang PNS.
“Waaaah… Pak Patimura benar-benar keren, tegas, penuh semangat dan sangat karismatik. Ya kan Pak Otto?”  ucap Cut kepadanya setelah upacara selesai. Cut adalah salah seorang siswinya yang termasuk nakal namun berprestasi, didalam kelas pun dia termasuk yang paling aktif menjawab jika dia memberikan pertanyaan dan paling aktif bertanya jika dirasa memang dia tidak mengerti. Kartini tertawa mendengar ucapannya.
“Jadi, bagaimana cara kamu memaknai Hari Kesaktian Pancasila ini Vivian?”Tanya Pak Otto.
“Gimana ya Pak? Mungkin seperti yang dikatakan Pak Pangeran Antasari mengamalkan pancasila, tidak akan berbuat yang sia-sia, apalagi itu sampai melanggar norma-norma yang ada” jawab Vivian sambil tersenyum.
“Nah itu baru siswi bapak, tapi jangan cuma dimulut ya tapi dihati juga terus realisasikan dengan perbuatan” sahutnya perlahan namun pasti. Jauh dalam hati dia berharap bangsa ini bisa menjadi lebih baik.