Cerpen.
UPACARA KESAKTIAN PANCASILA,TNI-NYA TELAT !!!
Siang hari ini matahari bersinar terik, cahaya terangnya
memancar keseluruh antero negeri ini. Kartini duduk bersandar di sebuah kursi
tempat dia bekerja, dia memilih kursi yang letaknya dekat dengan kipas angin,sehingga
dapat sedikit membuat dia merasa sejuk,sambil sesekali dia usap peluh yang menetes
di pelipisnya dengan sebuah tissue. “Harusnya siang-siang panas begini berada
diruangan ber AC lebih enak” ucapnya dalam hati.
“Permisi” tiba-tiba sebuah suara mengejutkannya. Tanpa
menunggu lama Kartini menoleh ke arah datangnya suara. Sejenak dia perhatikan
baju yang dikenakannya, bajunya seperti dari TNI. “Ya, ada perlu apa” sahutnya
sambil tak lupa memperlihatkan senyum termanis yang dimilikinya dan yang pernah
dia lakukan. “Maaf, bapak kepala sekolahnya ada? Bisa saya bertemu sebentar” sahut
bapak tersebut yang mukanya mirip suami penyanyi Inul Daratista. Kartini mengantarkan
bapak tersebut ke ruangan kepala sekolah. Kartini tak tahu apa yang sedang mereka
bicarakan, tapi intinya kedatangan bapak tersebut kesini ingin meminta izin
menjadi Pembina upacara sehubungan dengan akan dilaksanakannya upacara
peringatan Hari Kesaktian Pancasila yang tinggal beberapa hari lagi.
Berbagai persiapan dilakukan demi menyambut hari yang
bersejarah bagi bangsa Indonesia, tentu saja bangsa yang menjadi kebanggaannya
ini. Bukan hanya persiapan untuk upacara, tetapi juga mempersiapkan beragam
perlombaan yang mengusung tema Hari Kesaktian Pancasila, diantaranya lomba
cerdas cermat dan lomba pidato. Bukan hanya anak-anak yang dibuat repot tapi
dia juga, beberapa orang siswa mendatanginya dan mereka minta Kartini untuk
menilai naskah pidato yang sudah mereka buat, sebenarnya enggan juga namun
melihat antusias mereka hatinya pun tergerak untuk membantu, hitung-hitung
untuk mengasah pengetahuannya sebagai guru Bahasa Indonesia.
Hari ini, tepat tanggal 1 Oktober terasa begitu istimewa karena merupakan
peringatan Hari Kesaktian Pancasila. Pagi yang cukup bersahabat untuk melaksanakan
upacara. Seluruh siswa berkumpul di lapangan, membentuk barisan yang sesuai
dengan kelas masing-masing. Kartini dan beberapa rekan guru yang lain mengawasi
setiap barisan. “Semua siswa diharapkan keseriusannya dalam melaksanakan
upacara nanti, tolong ketika upacara sudah dimulai tidak ada lagi yang berbicara”
terdengar suara Pak Pangeran Antasari tegas dan sangat berwibawa. Pak Pangeran
Antasari adalah kepala sekolah di tempat dia mengajar, pembawaannya yang tenang
dan tutur katanya yang lembut namun tegas membuat mereka semua merasa segan
jika berhadapan dengannya. Pak Pangeran Antasari sama sekali tak pernah
memarahi siswanya yang nakal, beliau selalu memberikan nasehat-nasehat yang
mampu membuat siswanya tak berani berkata-kata.
Suasana hening ketika upacara sudah dimulai, Hari itu Pak
Teuku Umar bertugas sebagai Pembina upacara. Badannya yang tegak dan wajah yang
menurutnya penuh karismatik diusia yang sebenarnya tidak lagi muda “Hari ini
tepat tanggal 1 Oktober seperti yang sudah kita ketahui merupakan peringatan
Hari Kesaktian Pancasila. Upacara yang kita lakukan ini dipilih sebagai sarana
untuk mengenang bagaimana lahirnya Hari kesaktian pancasila 47 tahun silam“ terdengar
suara Pembina Upacara diawal pidatonya pada pagi itu melalui pengeras suara.
“Hari Kesaktian pancasila sebagai bukti bahwa Pancasila mampu menumpas komunis
dan Partai Komunis Indonesia (PKI) tahun 1965” lanjutnya lagi. Pembina dengan
lantang meneruskan pidatonya. Tiba-tiba terdengar suara gaduh dibarisan kelas
2, rupanya salah seorang siswi pingsan. Dengan sigap Kartini dan 2 orang
rekannya serta Pak Patimura dan ibu Fatmawati membawa siswi tersebut ke ruang
UKS sekolah. Ibu Fatmawati yang bersedia menjaga siswi tersebut sementara
Kartini dan Pak Patimura kembali kebarisan guru untuk kembali mengikuti
jalannya upacara.
“Bangsa Indonesia terdiri dari berbagai elemen, termasuk
suku, ras, agama dan sebagainya. Namun Pancasila, itulah konsep dan tujuan
kemerdekaan sebagai salah satu ideologi Negara kita. Karena itu kalian sebagai
generasi penerus bangsa, wajib mengamalkan dan mempertahankan nilai-nilai luhur
Pancasila karena merupakan ideology dan
jati diri bangsa kita” ucap Pak Pangeran Antasari penuh semangat di akhir
pidatonya. Jika itu merupakan drama maka mungkin Kartini lah orang pertama yang
memberikan tepuk tangan paling keras. Semangat beliau yang menggebu-gebu seakan
menjalar ke dalam tubuhnya, dia sebagai guru muda yang baru saja diangkat
menjadi seorang PNS.
“Waaaah… Pak Patimura benar-benar keren, tegas, penuh semangat
dan sangat karismatik. Ya kan Pak Otto?”
ucap Cut kepadanya setelah upacara selesai. Cut adalah salah seorang
siswinya yang termasuk nakal namun berprestasi, didalam kelas pun dia termasuk
yang paling aktif menjawab jika dia memberikan pertanyaan dan paling aktif
bertanya jika dirasa memang dia tidak mengerti. Kartini tertawa mendengar
ucapannya.
“Jadi, bagaimana cara kamu memaknai Hari Kesaktian Pancasila
ini Vivian?”Tanya Pak Otto.
“Gimana ya Pak? Mungkin seperti yang dikatakan Pak Pangeran
Antasari mengamalkan pancasila, tidak akan berbuat yang sia-sia, apalagi itu
sampai melanggar norma-norma yang ada” jawab Vivian sambil tersenyum.
“Nah itu baru siswi bapak, tapi jangan cuma dimulut ya tapi
dihati juga terus realisasikan dengan perbuatan” sahutnya perlahan namun pasti.
Jauh dalam hati dia berharap bangsa ini bisa menjadi lebih baik.